GRESIK- beritautama.co- Bermula dari keisengan, sejumlah warga Jalan Kawi RT. 12 RW. 5 Perumahan Graha Puncak Anomsari Desa Wedoroanom Kecamatan Driyorejo, berinisiatif memanfaatkan lahan kosong untuk dijadikan sebagai area pengembangan holtikultura. Warga RT setempat menamainya sebagai Kawi Farm yang kini menghasilkan cuan.
“Sebelumnya, lahan ini rumbuk (semak belukar-red). Beberapa warga inisiatif untuk membersihkan. Modal awalnya hanya Rp 60 ribu untuk membeli benih, itu pun hanya ditanam pada satu petak saja,” ujar Rudi Setyawan saat ditemui beritautama.co di area pengembangan holtikultura Kawi Farm, Sabtu (18/6/2022).
Sejak didirikannya pada September 2021, Kawi Farm sekarang sudah memiliki 12 petak lahan yang berukuran 1×3 meter. Selain itu, 2 kolam terpal dan 1 kolam cor-coran untuk budidaya lele yang masih dalam tahap pengembangan, serta 1 instalasi hidroponik sistem DFT (Deep Flow Technique)
Rudi menjelaskan panjang lebar. Sebelum diolah menjadi seperti saat ini, awalnya lahan tersebut murni tanah liat. Jadi, tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam. Kemudian dicampur dengan tanah tanaman, sekam, dan pupuk kandang.
Rudi Setyawan yang juga menjabat Seksi Lingkungan Hidup di lingkungan RT 12 meambahkan, semua rangkaian proses yang dilakukan tidak untuk keuntungan pribadi melainkan untuk masyarakat sekitar.
“Ini benar-benar murni swadaya masyarakat. Dari masyarakat, untuk masyarakat, dan oleh masyarakat. Semua hasil keuntungan dari holtikultura ini digunakan untuk proses pengembangan selanjutnya. Bahkan, harga yang kita jual selalu dibawah harga pasaran. Misalnya, harga pasaran Rp 20 ribu, kita jualnya Rp 15 ribu,” tegas Rudi.
Dalam proses perawatan tumbuhan, pengelola Kawi Farm selalu berusaha untuk meminimalisir penggunaan pestisida kimia. Hal ini dilakukan demi kesehatan masyarakat sekitar dalam jangka panjang.
“Penggunaan pestisida hanya ketika pengolahan awal, selebihnya kita bikin dari bahan alami. Salah satunya POC (Pupuk Organik Cair),” terangnya.
Komposisi pupuk organik cair yang dibuat berasal dari campuran air cucian beras, molase (tetes tebu pengganti gula), dan EM4 (Efektif Mikro Organisme).
Selain pengembangan tanaman holtikultura, Kawi Farm juga mengelola Bank Sampah bersama ibu-ibu PKK, hidroponik, budidaya ikan Lele, dan kebun edukasi.
“Sementara ini, proses Bank Sampah hanya menampung sampah dari warga. Belum kita pilah-pilih lagi, yang masih layak dipakai, ya dimanfaatkan. Yang tidak layak dipakainya, ya kita jual. Kemudian, hasil penjualan masuk ke kas Kawi Farm,” penjelasan Rudi mengenai pengelolaan Bank Sampah.
Sedangkan untuk hidroponik sistem Deep Flow Technique (DFT) sementara dijalankan ketika musim kemarau, sebaliknya ketika musim penghujan dikhawatirkan dapat membuat akar tanaman membusuk karena jumlah air yang terlalu banyak.
Selanjutnya, kebun edukasi ditujukan kepada anak-anak untuk lebih kenal dengan tanaman sejak dini.
“Untuk pengembangan pasti akan kami lakukan secara bertahap. Masih banyak ide-ide yang belum dieksekusi. Mulai dari penambahan instalasi Hidroponik, pembesaran ikan Lele, dan pengolahan sampah,” pungkasnya.mg2