GRESIK. Berita Utama- Kalangan DPRD Gresik mendesak Pemkab Gresik untuk mengkaji secara mendalam untuk menghentikan program universal coverage health (UHC) bagi masyarakat di Gresik yang belum tercover dalam penerima bantuan iuran (PIB) maupun kepesertaan mandiri BPJS Kesehatan. Sebab, permasalahan timbul antara rumah sakit (RS) baik milik daerah maupun swasta dengan 144 diagnosa penyakit tidak dibisa langsung di tangani oleh RS yang akhirnya tidak dicover oleh BPJS Kesehatan.
Namun, sosialisasinya kurang ke masyarakat. Imbasnya, RSUD Ibnu Sina milik Penkab Gresik juga kelimpungan karena klaim pending sebesar Rp 11 miliar dari BPJS Kesehatan Cabang Gresik. Disamping itu, pasien tidak bisa langsung dirujuk ke rumah sakit melainkan harus menjalani rawat inap di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di Puskesmas. Padahal, sarana prasarana maupun SDM belum terpenuhi. Disamping itu, RS swasta juga mengalami penurunan sekitar 40 persen di RS swasta karena 144 penyakit yang tak ditanggung BPJS Kesehatan.
“Kami memganggarkan Rp 138 miliar dalam APBD Gresik untuk menyelesaikan UHC. Kalau hanya seperti ini, tidak kita taruh saja kembali (anggaran UHC-red) ke bantuan sosial atau bansos,”ungkap Ketua Komisi IV DPRD Gresik, Muchammad Zaifuddin dalam audiensi bersama BPJS Kesehatan, Dinkes, RS Swasta, RSUD Ibnu Sina hingga seluruh Puskesmas se-Kabupaten Gresik.
Dikatakan, kalaupun anggota DPRD Gresik meminta bantuan ke RSUD Ibnu Sina yang disambati masyarakat sakit dan memaksa agar masuk ke rumah sakit tetapi masuk dalam 144 penyakit tak ditanggug BPJS Kesehatan, juga percuma. Padahal, masyarakat hanya mengetahui kalau berobat di Gresik adalah gratis.
“Kalau RSUD Ibnu Sina atau dipaksa menerima tahun depan akan mengembalikan klaim yang diterima,”papar dia.
Untuk itu, pihaknya meminta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gresik melakukan kajian untuk Pemkab Gresik mengakhiri program UHC, tetapi kembali ke bansos bagi pasien dari masyarakat yang tidak mampu.
“Coba dikaji lebih mendalam. Kita kan bisa saja tidak UHC,”pinta dia.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua DPRD Gresik, Luthfi Dhawam yang mengusulkan agar Pemkab Gresik mengakhiri program UHC yang prosentasenya sudah diatas 100 persen dan menggunakan sistim short cut. Skema tersebut dinilai lebih rasional dan tetap menguntungkan masyarakat untuk mendapat layanan k esehatan yang baik.
“ Saya yakin BPJS Kesehatan tidak berani mengubah regulasi dari Kemenkes terkait 144 penyakit yang tidak dicover BPJS Kesehatan. Yang menjadi masalah di masyarakat Gresik, tidak bisa dilayani kalau masuk dalam 144 penyakit itu. Ini soal nyawa, harus segera mungkin. Skemanya, kita bisa shortcut,”tandas dia dengan nada serius, Selasa (10/12/2024).
Sedagkan Anggota Komisi IV DPRD Gresik, Dr (Hc) Jumanto sepakat kalau emergency harus mendapat penanganan meskipun tak masuk dalam 144 penyakit yang dicover BPJS, harus tetap dilayani dan dirujuk ke RS.
“Jangan dibuat-buat. Kalau emergency ya emergency. Menurut saya, 144 penyakit yang tidak dicover BPJS Kesehatan, tidak sesuai dengan kebutuhan masyatakat. Kalau mauu membenahi sarpras puskemasa, 5 tahun tidak selesai,”tandas dia.
Makanya, sambung dia, masyarakat ketika sakit minta dirujuk ke RS, tak mungkin dirujuk ke puskesmas. Masyarakat tidak mau kalau rawat inap di Puskesmas.
“Kami warning ke BPJS Kesehatan harus analisis mendala. Mana puskesmas yang layak 144. Dan saya pastikan di Gresik, tidak layak 144 penyakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan berlaku di Gresik. egera diverifikasi bpjs dan puskesmas yang layak. Kami berharap kita mempelajari bansos, supaya RSUD Ibnu Sina dan rumah sakit swasta tidak cekot-cekot kepalanya,”pungkas dia.
Komentar telah ditutup.