BOJONEGORO – Beritautama.co – Gejolak aksi pada 11 April yang dilakukan serempak secara nasional menyita perhatian mahasiswa di berbagai daerah termasuk Bojonegoro. Organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) serta Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah (BEM PTM) Bojonegoro juga menyuarakan berbagai tuntutan kepada pemerintah, Senin (11/04/2022).
Aksi unjuk rasa kali ini diikuti sekitar 80 massa aksi. Aksi yang dimulai dari Kampus B Stikes Muhammadiyah Bojonegoro hingga menuju titik aksi di Bundaran Adipura Bojonegoro itu cukup menyita perhatian publik. Di bundaran inilah mereka menyuarakan tuntutan terkait isu stratrgis nasional terkait wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, serta sejumlah isu bidang pertanian yang mereka pandang menyengsarakan kaum petani.
Ketua Cabang IMM Bojonegoro Ayik Rahman Hakim menuturkan bahwa aksi gabungannya kali ini menuntut 3 poin tuntutan. Pertama, menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode. Kedua, menolak pencabutan subsidi pupuk.
“Tuntutan kami yang ketiga adalah normalisasi harga kebutuhan bahan pokok dan bahan bakar minyak,” ucap Ayik Rahman Hakim.
Kepemimpinan 2 periode Jokowi, lanjut Ayik, sudah sangat memprihatinkan karena kebijakan yang dibuat semakin hari hanya menguntungkan oligarki. Ini berarti wacana 3 periode serta perpanjangan masa jabatan presiden sama saja dengan menyengsarakan rakyat.
“Apalagi indeks demokrasi di negara kita per hari ini kian menurun,” tegas Ayik Rahman Hakim.
Ayik Rahman Hakim juga menuturkan bahwa kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen dinilai bukan langkah yang tepat, mengingat kondisi ini diiringi dengan kenaikan sejumlah bahan pokok.
“Untuk itu kami meminta agar pemberian stimulus bantuan sosial berupa operasi pasar, kebijakan harga eceran tertinggi (HET), dan harga acuan untuk bahan pangan diterapkan secara merata dan tepat sasaran,” ujar Ayik Rahman Hakim.
Massa aksi juga menyoroti terkait wacana akan adanya pencabutan pupuk jenis organik, SP-36, dan ZA, hal ini tentu saja dapat merugikan petani dikarenakan jenis pupuk tersebut sangat berguna untuk memperbaiki kualitas tanah akibat seringnya pemakaian pupuk kimia.
“Hal ini terjadi akibat imbas dari pengurangan nilai subsidi dari pemerintah pusat yang mana mengalami penurunan 13% dari tahun sebelumnya yakni dari Rp29,1 triliun (2021) menjadi Rp25,3 triliun di tahun 2022. Dengan adanya regulasi tersebut tentu saja secara otomatis biaya produksi juga akan naik di kalangan petani dikarenakan mahalnya harga pupuk nonsubsidi dan pasti akan berimbas dengan harga bahan pokok,” pungkas Ayik Rahman Hakim. (han/zar)