GRESIK- Beritautama.co- Berbagai cara dilakukan perajin tempe dalam mensiasati kenaikan harga kedelai dalam beberapa pekan terakhir ini. Seperti perajin tempe Kelompok Usaha Kecil, Menengah (UKM) Manalagi Group di Jalan Sunan Prapen 4BB/09 RT 09 RW 02 Desa Klangonan, Kecamatan Kebomas, Gresik.
Dewi Aminah (47) bersama tiga pekerjanya masih eksis memproduksi salah satu bahan pokok masyarakat Indonesia ini. Hanya saja, sejak harha kedelai naik, produksi kedelai yang semula 80 kilogram sampai 1 kwintal.
“Kini setiap produksi hanya empat puluh kilogram saja. Setengah dari biasanya produksi,” ucapnya saat ditemui di ruang produksinya, Senin (21/02/2022).
Kendati ada kenaikan keledai, Dewi tidak melakukan mengurangi ukuran kemasan. Karena, dia sudah memiliki pangsa pasar sendiri.
“Dijual ke pasar atau catering. Mulai harga paling rendah Rp 500 rupiah, sampai Rp 6 ribu. Biasanya kalau ke pasar yang kemasan besar ada 100 potong dengan harga Rp 6 ribu per potong,” ujarnya.
Dalam produksi tempe ini mempunyai estimasi waktu empat hari baru bisa dilakukan penjualan. Mulai dari Proses direndam, dimasak, dipecahkan kulit dan biji, direndam lagi, masak lagi , hingga terjadi fermentasi dan dijual.
“Alhamdulillah tidak sampai rugi, cuma laba menipis,” ucapnya.
Menurutnya, kalaupun nanti menaikkan harga dari Rp 6 ribu, itu akan tidak laku tempe yang dijual. Karena di Gresik rata-rata tempe dari Pekalongan dengan harga murah Rp 4 ribu per potong.
Diakui kualitas kedelai impor lebih bagus dari pada kedelai lokal. Karena kualitas lokal, kedelai kecil-kecil dan sebagian perajin tempe lebih memilih kedelai impor.
“Ya memeng lebih mahal yang impor, tapi kan bagus,” imbuhnya.
Kenaikan harga kedelai ini, kata dia, pemerintah diharapkan turut hadir bisa memberikan solusi yang terbaik.
Komentar telah ditutup.