Nasional – Beritautama.co – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut Isra Mikraj memiliki nilai inklusif bagi kehidupan kemanusiaan dan semesta, yang terjabarkan dalam tiga makna.
Makna pertama, adalah makna kekuasaan. Isra Mikraj Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha hingga Sidratul Muntaha menurut Haedar mengandung pesan bahwa di atas pencapaian ketinggian ilmu manusia, masih ada kekuatan ilahiyah yang tidak selalu bisa dirasionalisasi oleh penerapan dan ilmu pengetahuan manusia.
“Isra Mikraj menunjukkan bahwa di balik kekuasaan manusia yang bersifat profan atau duniawi itu ada kekuasaan Allah, kekuasaan Tuhan yang bersifat ruhaniyah-ilahiyah atau divine power atau kekuasaan yang sakral,” kata Haedar dalam keterangannya, Senin (28/2).
Maknanya adalah, lanjut Haedar, siapapun baik itu manusia, sekelompok manusia, organisasi, bahkan negara, lebih jauh lagi antarnegara yang memiliki kekuasaan duniawi, jangan menyalahgunakan kekuasaan karena di balik kekuasaan duniawi ada divine power, kekuasaan ilahi, kekuasaan sakral Allah SWT.
Makna kedua adalah makna diwajibkannya ibadah salat bagi umat Muslim dalam peristiwa Isra Mikraj. Menurut Haedar, ibadah salat memiliki dua dimensi pesan. Yakni hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah) dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (habluminannas).
Salat dan ibadah dalam Islam punya dimensi habluminannas yakni memberikan hubungan yang baik, damai, dan memberikan manfaat bagi kehidupan. Sehingga semakin banyak orang yang beribadah dengan baik, maka semakin baik kehidupan antara manusia, baik dalam hubungannya dengan lingkungan dan alam semesta,” tutur Haedar.
Dalam posisi ini, Haedar mengajak agar menjadikan Isra Mikraj dengan buah dari salat untuk membangun relasi kemanusiaan yang semakin baik tapi juga relasi ketuhanan yang semakin dekat. Sehingga manusia semakin damai dengan langit, tapi juga semakin damai dengan bumi. Artinya bangun kehidupan yang lebih baik, adil, damai, tenteram, aman, makmur serta hidup maju bersama sehingga kehidupan menjadi penuh makna.
Karena itu, dia berpesan agar umat muslim, tokoh agama, tokoh organisasi Islam senantiasa mencontoh akhlak mulia nabi dengan tutur-tindakan yang berkeadaban di dunia nyata ataupun di media sosial sembari menebar rahmat bagi lingkungan di mana dia berada.
“Jangan melakukan kebijakan yang membawa madarat, lebih-lebih atas nama agama. Agama harus difungsikan sebagai pencipta kebaikan dalam kehidupan,” jelas Haedar.
“Maka bagi tokoh dan organisasi keagamaan, bawalah Islam betul-betul menjadi rahmat bagi semesta alam bukan hanya dalam retorika dan ujaran, tetapi dalam tindakan dan keteladanan. Kita umat beragama, para tokoh agama dan organisasi-organisasi keagamaan harus bisa menunjukkan sebagaimana Nabi Muhammad dengan uswah hasanah bahwa pilihan tentang kebenaran, tentang kebaikan dan tentang kepatutan hidup itu harus menjadi pancaran keberagamaan kita,” pungkasnya.
Komentar telah ditutup.