NASIONAL – Beritautama.co – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi Daerah secara hybrid yang berlangsung di Gedung Sasana Praja, Lt.3 Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (21/11/2022).
Rakornas ini dihadiri oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) yang diwakili oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Septianto, Kepala Badan Pangan Nasional yang diwakili oleh Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Andri Kurnoto Susanto, Menteri Perdagangan yang diwakili oleh Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Bambang Wisnubroto, serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyampaikan bahwa isu inflasi ini menjadi sangat penting karena semua tahu banyak negara yang sudah terdampak cukup dalam.
“Sesuai arahan Presiden RI bahwa pertumbuhan ekonomi nasional itu ditentukan oleh kerja dari pemerintah pusat dan semua pemerintahan di daerah. Ada 37 provinsi, 95 kota, serta 416 kabupaten di Indonesia ini harus bekerja secara paralel,” ujarnya.
Berdasarkan data dari BPS Nasional, Tito memaparkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tetap pada posisi angka positif, yaitu 5,72 persen pada kuartal ketiga.
“Ini menunjukkan sesuatu yang bagus, sementara negara-negara lain banyak yang di bawah 5 persen, apalagi tidak banyak negara yang berada di atas 5 persen pertumbuhan ekonominya,” kata Tito.
Dia menjelaskan bahwa untuk data inflasi Indonesia menunjukkan angka 5,71 persen pada Oktober 2022 ini.
“Nah ini sesuatu yang bagus karena pada September itu 5,95 persen, sehingga inflasi terbaru turun menjadi 5,71 persen. Ini merupakan hasil kerja bersama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kita memiliki catatan daerah, mana saja yang sudah bekerja keras, seperti yang ditandai dengan operasi pasar, kemudian menggunakan anggaran belanja tidak terduga, bansos, serta inovasi lain termasuk membiayai transportasi antara produsen ke konsumen,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Tito, hal positif ini harus diteruskan karena mengingat situasi global sangat dinamis dan meski rantai pasok dunia masih terganggu tapi banyak negara yang sudah terdampak.
“Jika dibandingkan dengan negara lain di dunia seperti Turki pada angka 85,51 persen dan lainnya terutama negara Eropa ini sangat tinggi, sedangkan di Asia 10 negara yang mengalami inflasi tertinggi di antaranya Lebanon, Syria, Sri Lanka, Iran, Laos, Pakistan, Myanmar, Kazakhstan, sampai ke Kirgistan,” ucapnya.
Sementara di Asia Tenggara, Tito mengungkapkan bahwa inflasi tertinggi adalah negara Laos yang kenaikannya sebesar 36,75 persen, lalu diikuti Myanmar 19,42 persen.
“Dan negara kita Indonesia berada pada posisi yang agak tengah 5,71 persen, di bawah kita adalah Cambodia, Brunei, Malaysia, dan Vietnam,” ungkapnya.
Adapun untuk tingkat inflasi pada negara G20, Tito memaparkan negara yang mengalami inflasi tertinggi adalah Argentina sebesar 88 persen, kemudian diikuti Turki, sedangkan Indonesia berada di peringkat 19 dari 20 negara G20.
Di akhir rakornas, Tito menyampaikan beberapa kesimpulan. Antara lain, bahwa harus disyukuri karena inflasi terbaru mengalami penurunan sehingga harus dipertahankan dan diupayakan agar terus turun. Selain itu, mengingat adanya Natal dan tahun baru (Nataru), agar tetap mewaspadai kenaikan permintaan yang perlu diantisipasi bagi semua daerah termasuk pusat daerah.
“Nanti kita akan terus monitor pada daerah-daerah yang dinilai agak rawan yang perlu intervensi dari pusat, kita akan dukung tentunya. Tapi tolong inovasi dan kreativitas dari tiap kepala daerah untuk membuat terobosan semaksimal mungkin berkolaborasi dengan semua stakeholder yang ada tetap dilakukan. Kemudian angka-angka bansos yang belum dimanfaatkan secara optimal harus betul-betul dimanfaatkan,” imbaunya.
Apalagi, mengingat saat ini sedang musim hujan, Tito juga mengimbau perlunya antisipasi karena akan menjadi hambatan untuk produksi maupun hambatan untuk distribusi.
“Yang terakhir tolong betul-betul realisasi belanja daerah digenjot tinggal satu bulan lagi ini masih di bawah angka nasional untuk akumulasi daerah. Tolong betul-betul dirapatkan dengan semua OPD yang ada, disisir kepala dinas-kepala dinas mana yang realisasi belanjanya rendah dan cari peluang untuk bisa meningkatkan sesuai dengan koridor yang ada,” tukasnya. (*/zar)