GRESIK, Berita Utama – Banyak referensi dan strategi yang tepat untuk diadopsi, sangat dibutuhkan dalam mengkonsep atau merencanakan penataan pedagang kaki lima (PKL) sebagai upaya memberdayakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di kawasan heritage di Kota Lama Gresik agar menarik minat para pengunjung khususnya para wisatawan.
Salah satunya yang bisa dijadikan referensi dan diadopsi yakni Malioboro, kawasan wisata serta cagar budaya yang menjadi icon Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Oleh karena itu, DPRD Gresik bersama Komunitas Wartawan Gresik (KWG) melakukan studi banding ke Kota Yogyakarta untuk mengkaji pengembangan kawasan heritage, terutama sektor UMKM. Sehingga tidak hanya memiliki beragam budaya yang bernilai estetika, tetapi juga menjadi sumbu ekonomi bagi masyarakat.
Wakil Ketua DPRD Gresik Ahmad Nurhamim didampingi Sholihuddin dan Suberi hadir langsung dalam study banding ke DIY mengatakan, keberadaan Bandar Grisse di Jalan Basuki Rahmad disamping menjadi kawasan wisata dan budaya, juga diyakini bisa mendongkrak pariwisata dan ekonomi. Maka, dibutuhkan kajian terkait penataan secara menyeluruh, termasuk parkir dan PKL juga akan diperhatikan.
“Gresik punya kawasan istimewa yang menawarkan integrasi antar etnis di satu lingkungan sehingga bisa dimanfaatkan seperti Kawasan Malioboro,” katanya saat dialog dengan dua pemateri dari UPT Pengelolaan Cagar Budaya dan Dinas Kebudayaan Yogyakarta di salah satu kafe Kota Yogyakarta, Jumat (17/3/2023).
Menurutnya, keberagaman masyarakat di wilayah Bandar Grisse memang bisa menjadi contoh. Sehingga tak salah pemerintah pusat menggelontorkan anggaran untuk penataan kawasan Bandar Grisse.
“Kami ini belajar ke Yogyakarta, ingin mencontoh kawasan Malioboro yang menjadi primadona.Akan kami kaji bagaimana pengelolaannya,” ujar dia.
Kawasan Malioboro dan Bandar Grisse, sambung Nur Hamim memiliki kesamaan. Diantaranya terdapat histori, karena dahulu di Jalan Basuki Rahmat merupakan kawasan kepelabuhanan yang terkenal.
“Saya kira ada kesamaan ,jadi kami tidak rugi belajar kesini. Satu, sama-sama ada prespektif ekonomi, histori. Nanti hasil diskusi ini akan kami adopsi, sehingga studi komparasi. Ini ada hasil,” tandas dia.
Sementara itu, Ketua KWG Miftahul Arif menyampaikan, selain berperan dalam mempromosikan keberhasilan daerah, KWG juga berkomitmen kolaborasi dengan pemerintah baik eksekusi maupun legislatif.
“Seperti kegiatan kali ini, kami membuat program studi banding yang diharapkan ada manfaatnya untuk pengembangan pariwisata Gresik,” imbuhnya.
Kawasan bandar Grisse yang kebetulan di depan Balai Wartawan Gresik, sambung dia, harus dimanfaatkan maksimal untuk menumbuhkan ekonomi sekitar.
“Kami harapkan, nantinya Gresik bisa seperti Malioboro,” ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti, menambahkan kawasan Malioboro sudah ada sejak lama. Namun, dalam perkembangannya terdapat inovasi dalam pengelolaannya.
“Yang terbaru, kawasan PKL dulunya berada di sekitar trotoar kini kami buatkan tempat khusus dan ada sentranya. Meski awalnya sangat sulit dan ada pro kontra namun kami berhasil melakukan,” ujarnya.
Diungkapkan Yetti, pengelolaan Malioboro di bawah UPT Pengelolaan Cagar Budaya. Unit pelaksana tugas itu mempunyai wewenang dan tanggungjawab penuh.
“Seperti pengaturan PKL, pedagang, pengamen, bahkan soal kebersihan dan keamanan dan pekerja kreatif lainya. Kami terus mengawasi sehingga bisa terkontrol. aktivitas seperti pengamen itu izin ke UPT,” terangnya.
Ke depan, Yetti juga berharap ada kolaborasi yang dilakukan Pemkan Gresik dan Pemkot Yogyakarta. Hal ini penting untuk menghasilkan ide dan gagasan baru dalam membangun pariwisata budaya.
“Tentu kami senang jika bisa kolaborasi bersama, dan kami siap datang ke Gresik untuk sama-sama belajar. Yogyakarta dan Gresik ada kesamaan, semoga ada kesamaan kesana,” pungkasnya.adv
Komentar telah ditutup.