GRESIK – beritautama.co- Permasalahan kebocoran parkir mendapat sorotan tajam dalam pemandangan umum (PU) Fraksi Partai Gerindra terkait laporan pertanggungjawaban (LKPJ) pelaksanaan APBD Gresik tahun 2021. Sebab, Dinas Perhubungan (Dishub) meminta tambahan anggaran untuk membeli alat parkir dengan alasan agar pendapatan retribusi dapat ditingkatkan dan tidak bocor kepada oknum-oknum juru parkir. Dari target perubahan APBD (PAPBD) 2021 sebesar Rp 4 miliar sampai 31 Desember 2021 tercapai sebesar Rp 1, 1 miliar atau kurang sebesar Rp 2, 8 milira.
“Namun kenyatan dilapangan berbeda jauh. Mesin -mesin yang dibeli dengan anggaran daerah justru tidak dipakai dan hanya jadi pajangan. Justru para jukir di beri kalung keplek yang ada tanda barcode seolah-olah pembayaran retribusi sepeda motor dan mobil dibarcodekan dan resmi pembayarannya. Tetapi secara fakta di lapangan mereka membayar langsung dan masuk kantong tanpa ada pembarkotan,”ujar Taufiqul Umam yang membacakan PU F-Gerindra dalam rapat paripurna, Senin (13/06/2022).
Padahal, lanjut dia, potensi retribusi sangat besar sekali dan akan naik secara signifikan jika organisasi perangkat daerah (OPD) yang bersangkutan mempunyai inovatif.
Sorotan juga ditujukan pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP).
“Dengan perizinan yang berbasis elektronik tentunya banyak masyarakat yang tidak memahami prosedur dan cara untuk melakukan perizinan. Hal ini akan menghambat PAD Gresik. Inovasi apa yang sudah dibuat, mohon penjelasan?,”pintanya.
Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) juga mendapat sorotan. Khususnya, pajak bumi bangunan perdesaan dan perkotaan(PBB P2). Menurutnya, adanya program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) semestinya di tahun anggaran 2021 tidak ada lagi wajib pajak yang tidak melunasi pajak jika inovasi serta kerja sama di terapkan.
“Belum lagi masalah pembayaran pajak (PBB P2) yang masih mempersulit dan membebani wajib pajak untuk membayar ke bank atau outlet-outlet yang terbebani dengan biaya administrasi,”ucap dia.
Belum lagi masalah bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang masih carut marut dalam penanganannya.
“Belum ada standat yang jelas dalam pembayaran, negosiasi atau perkiraan hitungan yang ditetapkan. Mohon penjelasan.”harapnya.