GRESIK- beritautama.co- Wacana Komisi I DPRD Gresik mengunakan hak inisiatif dengan mengusulkan omnibus law desa berupa satu peraturan daerah (perda) yang mencakup semua masalah desa, dibahas dalam prgram pembentukan peraturan daerah (Propemperda) tahap II tahun 2022, gagal. Sebab, tidak tercapai kesepakatan dalam rapat antara Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapem Perda) DPRD Gresik dengan Tim Legislasi (Timleg) Pemkab Gresik di gedung DPRD Gresik, Senin (25/07/2022).
“Ada beberapa alternatif pilihan sebagai ganti usulan dari Komisi I. Yakni ranperda tentang pelayanan publik atau ranperda tentang badan usaha milik desa (BUMDes),”ungkap Anggota Bapem Perda DPRD Gresik, Bustami Hazim seusai rapat.
Dikatakan, ada beberapa hal mendasar yang menjadikan ranperda tentang BUMDes menjadi prioritas. Seperti pengaturan tentang penyertaan modal BUMDes. Sebab, tidak diatur secara jelas minimal penyertan modalnya.
“Juga kalau ada investor dalam BUMDes juga perlu ada regulasinya,”imbuh politisi PKB ini.
Termasuk, sambung legislator dari Pulau Bawean ini, pengaturan ex program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri. Padahal, aset dan dananya sangat besar tetapi pemerintah daerah tak bisa mengelolanya.
Begitu juga rencana pergantian usulan Komisi I DPRD Gresik yakni perubahan Peraturan Daerah (Perda) Gresik Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa. Bapem Perda dan Timleg jga tidak menyetujuinya.
“Sedangkan ranperda pelayanan publik juga masih belum prioritas,”tukas dia.
Dalam rapat Bapem Perda dan Timleg disepakati usulan Ranperda tentang rsetribusi penggnaan tenaga kerja asing. Kemudian ranperda tentang ketahanan pangan dan gizi,. Lalu ranperda tentang rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan (RIJLLAJ).
“Kita mengusulkan ranperda tentang pesanren,”ungkap Ketua Komisi IV DPRD Gresik, Muhammad.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Gresik Muchammad Zaifuddin menghendaki omnibus law desa mengatur mulai internal birokrasi di tingkat pemerintahan desa maupun lainnya. Jika dibiarkan berpotensi besar menjadi abuse of power yang dilakukan oleh kepala desa (kades). Misalkan dalam mutasi perangkat desa.
“Misalkan, kepala desa karena alasan subyektif mencopot sekretaris desa (sekdes) dan dijadikan staf di pemerintahan desa. Aturan yang ada memang memperbolehkan. Tetapi, jangan sampai semena-mena tanpa ada alasan yang obyektif,”ungkap dia.
Begitu juga dalam pemberhentian perangkat desa. Termasuk pemberdayaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus dipertegas lagi regulasinya. Baik berkaitan dengan kewenangan pengaturan keuangan maupun tugasnya. Sebab, fakta yang ada, keberadaan BPD seringkali diabaikan oleh kepala desa. Padahal, sesama pemerintahan desa.
Alasannya omnibus law desa, sambung dia, karena pembahasannya bisa lebih luas yang menyangkut desa. Bukan hanya terkonsentrasi pada perangkat desa saja. Termasuk masalah tunjangan rukun tetangga (RT) bakal diatur.
“Karena sejujurnya ujung tombok di desa justru berada di tangan pengurus RT,”tukas dia.