GRESIK, Berita Utama– Banyak fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) perumahan di Gresik yang belum diserahkan oleh pengembang ke Pemkab Gresik. Selain itu, banyak warga terlibat konflik dengan pengembang yang membuat laporan ke DPRD Gresik. Untuk itu, Komisi I DPRD Gresik mengundang Dinas Cipta Karya Perumahan dan Kawasam Pemukiman (DCKPKP) bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk melakukan hearing, Kamis (13/03/2025).
“Sampai saat ini, dari ratusan pengembang yang ada, sangat minim yang sudah menyerahkan fasum dan fasos ke pemerintah daerah. Kami berharap agar pengembang menyerahkan fasum dan fasos ke pemertintah sesuai dengan ketentuan,”ujar Wakil Ketua Komisi I DPRD Gresik, Elvita Yuliati seuasi rapat.
Dalam rapat tersebut, Komisi I DPRD Gresik ingin mengulas dari sisi hukum sebagai alas terbitnya izin pengembang untuk membangun perumahan. Sehingga, permasalahan yang muncul bisa diselesaikan secara mendasar.
“Kita ingin mengetahui pengembang yang sudah mengajukan izin maupun yang belum. Ternyata, ada 22 pengembang perumahan yang belum mengajukan PBG (persertujuan bangunan gedung-red),” imbuh Anggota Komisi I DPRD Gresik, Bustami Hazim.
Ditambahkan, Komisi I juga ingin mencermati site plan yang dijadikan dasar dalam membangun dan ditawarkan ke pembeli perumahan. Sehingga, penghuni perumahan tak dirugikan dan kewajiban untuk penyediaan fasus dan fasos yang menjadi hak pemerintah daerah, menjadi tambahan aset bagi Pemkab Gresik.
“Sebenarnya, penyerahan fasum dan fasos dari pengembang ke pemerintah tidak wajib sekaligus atau secara keseluruhan. Ketika pemerintah daerah membutuhkan, bisa mengambil haknya sebagian dari fasos dan fasum sebelum diserahkan secara keseluruhan. Contohnya, fasum dan fasos di Perumahan PPS (Pondok Permata Suci) di Desa Suci Kecamatan Manyar yang dibangun SMP Negeri 34,”papar dia.
Politisi PKB tersebut mengakui adanya praktek nakal dari pengembang dalam mengelabuhi konsumen maupun kewajibannya dalam penyediaan fasum dan fasos. Sehingga, konsumen atau warga perumahan yang dirugikan.
“Kalau dulu, pengembang membuat blok plan berdasarkan perencanaan lahan yang hendak dibebaskan. Biasanya, fasum dan fasos seperti lahan pemakaman di tempatkan di belakang perumahan. Padahal, lahan untuk pemakaman belum dibebaskan. Sekarang tidak bisa lagi, site plan berdasarkan lahan yang dikuasai bukan yang rencananya akan dikuasai,”papar dia.
Begitu juga terkait penyerahan fasum dan fasos, sambung dia, Pemkab Gresik wajib aktif untuk menguasai aset daerah tersebut. Misalkan, fasum dan fasos untuk tempat ibadah ataupun pendidikan, maka pemerintah harus mengamankan aset itu.
“Makanya, banyak lembaga pendidikan yang berdiri di lahan fasum dan fasos. Awalnya, pengembang menyerahkan ke pemerintah daerah. Kemudian, kepala daerah menyetujui untuk memberikan lahan fasum dan fasos ke pihak ketiga untuk menjadi lembaga pendidikan. Karena, lahan fasum dan fasos yang awalnya untuk tempat pendidikan. Hanya saja, tidak menjadi aset daerah tetapi pihak ketiga,”ulas dia.
Terkait fasum dan fasos berupa jalan atau infrastruktur, sambung Bustami, pengembang memang wajib menyerahkan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah. Sehingga, pengembang ada kewajiban dalam melakukan perawatan sebelum menyerahkan ke pemerintah.
“Tidak boleh jalan perumahan yang kondisinya rusak diserahkan ke pemerintah daerah. Harus dalam kondisi baik,”tegas dia.
Terpisah, Ketua DPRD Gresik M Syahrul Munir menambahkan bahwa DPRD Gresik memberi atensi kepada warga perumahan yang dirugikan karena hak-hak atas fasum dan fasos yang dijanjikan pengembang tak ditepati. “Jadi, laporan yang masuk kebanyakan permasalahan konflik warga dan pengembang. Kami memberi antensi untuk penegakan hukumnya. Tentu, harus mengetahui akar permasalahan secara mendasar terlebih dulu,”pungkas dia.
Komentar telah ditutup.