SUMENEP – Beritautama.co – CV APTU, perusahaan di Desa Pancor, Kecamatan Gayam, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) diduga masih menggaji karyawannya di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi) maupun UMK (Upah Minimal Kabupaten/Kota).
Sebagaimana diungkap oleh salah satu karyawan yang meminta namanya dirahasiakan. Dia menceritakan bahwa gaji yang diterimanya dari perusahaan CV APTU tidak sampai pada UMP Jatim maupun UMK Sumenep. Adapun ketentuan UMP Jatim yakni sebesar Rp1.891.567 dan UMK Sumenep sebesar Rp1.978.000.
“Saya hanya digaji kurang lebih Rp1.300.000 per bulan, Mas,” ujarnya, Kamis (27/06/2022).
Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa ada yang lebih miris daripada dirinya, yaitu buruh yang dipekerjakan di bagian packing. Mereka diupah berdasarkan berapa jumlah kardus yang mereka packing. Satu kardusnya, perusahaan menghargainya dengan upah sebesar Rp300 per kardus.
“Bagian packing, mereka diberi gaji Rp300 per kardus, Mas. Jadi pendapatan mereka tergantung banyaknya air kemasan yang di-packing ke kardus, Mas. Berapa kardus yang mereka packing ya itu hasilnya mereka,” jelasnya.
Sedikitnya, ada 10 buruh yang dipekerjakan di bagian packing di perusahaan tersebut, setiap harinya mereka bisa membungkus atau mem-packing AMDK kurang lebih sekitar 800 kardus dalam bentuk gelasan dan 100 kardus dalam bentuk botolan.
“Sekitar ada sepuluh orang di bagian packing, Mas. Mereka dalam sehari bisa bungkus seribu kardus untuk yang air gelas. Kalau yang botol seratus kardus, Mas. Tinggal hitung, Mas, berapa pendapatannya mereka per bulan, Mas, makin jauh malah,” tuturnya.
Sementara itu, Humas CV APTU Supatun menyampaikan bahwa hal tersebut memang benar adanya. Menurutnya, perusahaan AMDK tersebut sebenarnya siap menggaji karyawan sesuai dengan UMK, namun kata dia, saat ini kinerja karyawan masih belum stabil.
“Karyawan kadang masuk pada jam 8, siang hari istirahat 2 jam dan pulangnya pun agak siangan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Supatun menjelaskan terkait dengan kendala saat ini sebenarnya berada pada sistem pemasaran, sehingga akibatnya berdampak pada tersendatnya distribusi barang yang bakal dikeluarkan dari perusahaan.
“Sebenarnya yang menjadi halangan di perusahaan yaitu kalau semisal produksi mencapai seribu kardus dan pemasaran kurang, sehingga barang menumpuk di pabrik, akibatnya pekerja libur sampai barang keluar dari perusahaan,” terangnya.
Supatun mengaku, andai perusahaan bisa memproduksi 1.000 kardus atau lebih dan pemasaran lancar tanpa tersendat kendala apa pun, maka menurutnya, kemungkinan besar pimpinan perusahaan bisa menggaji sesuai dengan UMK Sumenep.
“Jika hasil produksi mencapai seribu atau lebih, mungkin perusahaan sanggup menggaji karyawan tetap sesuai dengan UMK,” tukasnya. (san/zar)