BOJONEGORO – Beritautama.co – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro melalui BPBD menyelenggarakan Pelatihan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitupasna) di Hotel Bonero, Desa Leran, Kecamatan Kalitidu, Rabu (22/06/2022) kemarin.
Peningkatan kapasitas SDM tersebut menghadirkan narasumber dari Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi Jawa Timur dan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Bojonegoro.
Pelatihan digelar pada Rabu-Kamis (22 s/d 23 Juni 2022) dengan diikuti 65 peserta yang merupakan perwakilan dari 28 kecamatan. Perinciannya masing-masing 1 orang kasi ketenteraman dan ketertiban, 17 orang sekretaris desa yang mana desa-desanya sudah terbentuk Destana (Desa Tangguh Bencana), 6 orang anggota pusdalops BPBD, serta 14 orang tim reaksi cepat BPBD. Destana tersebut sudah terbentuk pada beberapa desa di Kecamatan Kalitidu, Kanor, Baureno, Sekar, Temayang, Trucuk, Gondang, Bojonegoro, Padangan, Dander, Kapas, dan Malo.
Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah dalam arahannya secara daring menuturkan bahwa dalam mengkaji kebutuhan pascabencana perlu memperhitungkan dengan cermat perkiraan kebutuhan biaya. Maka seyogianya dalam pelatihan ini agar dicek terlebih dahulu untuk objektivitasnya.
Pertama, terkait bencana yang berdampak langsung pada manusia. Misal, untuk membantu kaum lansia dan disabilitas agar diperhitungkan kebutuhan tandu dan kursi roda. Selain itu, kebutuhan khusus untuk wanita dan anak-anak harus benar-benar diperhatikan. Berikutnya terkait kebutuhan dasar. Misal, jika terjadi bencana besar maka perlu dipersiapkan di antaranya pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, air bersih, dan konsumsi makan sehari-hari.
Kedua, bencana yang berdampak pada terganggunya aktivitas manusia seperti tanah longsor dan infrastruktur yang rubuh. Hal ini juga harus menjadi pantauan dalam menghitung kebutuhan pascabencana. Jitupasna harus sudah diformulasikan terutama di kecamatan-kecamatan dengan risiko tinggi mengalami bencana, misalnya Gondang, Sekar, Purwosari, Tambakrejo, dan Ngraho.
Ketiga, Jitupasna khusus untuk wilayah dengan risiko kebencanaan dari usaha hulu migas agar juga dipersiapkan dengan baik untuk Kecamatan Bojonegoro, Kapas, Gayam, Kaliditu, Ngasem, Purwosari, dan Ngambon.
“Terkait hal ini BPBD telah melakukan MoU dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yaitu Exxonmobil Cepu Limited (EMCL), Pertamina EP Sukowati Field, dan Pertamina EP Cepu (PEPC) tentang bagaimana kita mengantisipasi kebencanaan. Termasuk pula sosialisasi terkait antisipasi kebencanaan dari eksplorasi migas yang memiliki dampak risiko besar. Perlu identifikasi yang tepat dalam perhitungan kebutuhan pascabencana,” ucap Bupati Anna.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro Ardhian Orianto dalam laporannya menyampaikan bahwa pelaksanaan Pelatihan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitupasna) sebagai tindak lanjut dari Peraturan Kepala BNPB Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana.
Maksud pelaksanaan pelatihan untuk memberikan bekal keterampilan dalam penghitungan kebutuhan serta kerugian pascabencana kepada aparatur Pemkab Bojonegoro khususnya yang berada di desa dan kecamatan.
“Kemudian untuk tujuannya, melalui pelatihan ini peserta diharapkan mampu memberikan kemampuan kepada agen-agen Destana (Desa Tangguh Bencana) dalam menghitung kerugian-kerugian yang disebabkan oleh bencana yang berada di wilayah Bojonegoro,” pungkasnya.
Dalam pelatihan tersebut, metode Jitupasna mengacu pada Perka BNPB Nomor 15 Tahun 2011. Jitupasna merupakan suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar bagi penyusunan Renaksi, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi.
Pengkajian dan penilaian meliputi identifikasi dan perhitungan kerusakan dan kerugian fisik dan nonfisik yang menyangkut aspek pembangunan manusia, perumahan atau pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial, dan lintas sektor.
Analisis dampak melibatkan tinjauan keterkaitan dan nilai agregat dari akibat bencana dan implikasi umumnya terhadap aspek-aspek fisik dan lingkungan, perekonomian, psikososial, budaya, politik, dan tata pemerintahan. (han/zar)