GRESIK, Berita Utama –Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD) yang menjadi usul prakarsa atau hak inisiatif Komisi II DPRD Gresik terus dimatangkan. Untuk itu, rombngan Komisi II bersama pimpinan DPRD Gresik, Jum’at (04/11/2022) melakukan kajian naskah akademik (NA) Ranperda tersebut bersama tim ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Kajian NA dilakukan dalam rangka menyesuaikan penerapan aturan pajak daerah dan retribusi dengan Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Tujuannya, agar pendapatan dari hasil pajak dan retribusi semakin optimal.
“Beberapa objek pajak dan objek retribusi tidak diperbolehkan lagi untuk dipungut sesuai UU tentang HKPD. Bahkan berdasarkan kajian ada potensi kenaikan pendapatan retribusi sebesar 49 persen jika pemerintah daerah menerapkan regulasi yang UU tentang HKPD. Ini yang sedang kita pelajari,” kata Anggota Komisi II DPRD Gresik, M Syahrul Munir setelah mengikuti kajian penyusunan NA di UGM, Sabtu (4/11/2022).
Ditambahkan, ada perbedaan yang sangat signifikan antara UU No 1 tahun 2022 dengan UU 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerag. Seperti perampingan objek pajak (OP) dari 10 menjadi 9 jenis, objek retribusi jasa umum dari 15 jenis menjadi hanya 4 jenis objek saja. Kemudian retribusi jasa usaha dari 11 objek menjadi 10 objek. Retribusi Perizinan Tertentu dari 6 menjadi 3 objek.
“Ada tantangan dalam menyesuaikan UU No 1 tahun 2022 ini. Contoh retribusi pengelolaan limbah cair. Kita punya potensi di instalasi pengolahan limbah terpadu (IPLT) di Desa Betoyo Guci Kecamatan Manyar. Jika menyesuaikan UU No 1 tahun 2022, maka harus dihapus. Otomatis potensi pendapatan kita akan hilang. Ini yang nanti perlu masukan khususnya dari tinjauan akademis. Apakah boleh kita alihkan menjadi badan usaha milik daerah (BUMD) atau badan layanan umum daerah (BLUD) agar pendapatan kita tidak hilang,” bener dia.
Potensi pendapatan, lanjut Syahrul, juga terjadi pada retribusi pengendalian lalu lintas yang selama ini belum pernah dipraktikkan di kabupaten. Sehingga, dibutuhkan rincian secara detail atas cakupan potensi yang bisa jadi objek retribusi.
“Jadi kita perlu merinci. Apa saja cakupan yang bisa jadi objek retribusi ini,” tegasnya.
Dalam pertemuan itu, Tim Ahli UGM dr. Arvie Johan kepada rombingan Komisi II DPRD Gresik memaparkan bahwa kendaraan truk besar pengangkut material galian mineral bukan logam dan batuan (MBLB) yang hilir mudik melintasi jalan raya, bisa dikenakan retribusi pengendalian lalu lintas.
“Truk besar yang mengambil MBLB itu bisa kita kenalan retribusi,” tandas dia.
Selain itu, sambung Avie, Kabupaten Gresik juga harus melakukan kajian terkait Uji KIR. Meskipun retribusi Uji KIR sudah tidak diperbolehkan jika mengacu UU No 1 tahun 2022 karena dianggap masuk kategori standar pelayanan minimal, faktanya Kabupaten Gresik memiliki fasilitas Uji KIR yang cukup lengkap.
“Maka ini yang sedang perdalam dan butuh penyesuaian agar potensi pendapatan kita tidak banyak yang hilang,” pungkasnya.(adv)