GRESIK, Berita Utama– Kendati Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial Port and Estate (JIIPE) di Kecamatan Manyar sudah beroperasi, tetapi konflik pertanahan yang terjadi dalam proses pembebasan tanah masih belum tuntas. Buktinya, Komisi I DPRD Gresik mendapat surat pengaduan dari ahli waris pemilik tanah untuk mediasi karena tidak pernah menjual tanahnya ke JIPPE melalui PT Berkah Kawasan Manyar Sejahtera (BKMS). Dengan surat tersebut, Komisi I DPRD Gresik menindaklanjuti dengan mengundang para pihak dalam rapat kerja untuk duduk bersama melakukan mediasi mencari solusi terbaik dari permasalahan tersebut. Hanya saja, mediasi tersebut berlangsung tertutup berdasarkan kesepakatan bersama anggota Komisi I. “Karena pengadu tidak menyebutkan pihak-pihak yang perlu diundang untuk mediasi dan para pihak yang hadir juga tidak membawa data, makanya kita akan mengagendakan ulang,”ujar Ketua Komisi I DPRD Gresik, M Rizaldi Saputra seusai rapat kerja, Kamis (16/01/2025).
Diakui politisi PKB ini, pihak dari Pemerintah Desa (Pemdes) Manyar Sidorukun Kecamatan Manyar, perwakilan BKMS hingga Camat Manyar hadir, tetapi mereka tidak membawa data yang diperlukan.
“Secepatnya, kita akan undang lagi pihak-pihak yang perlu hadir untuk rapat kerja untuk mediasi. Sebenarnya, di pertemuan awal ini berbagai pihak sudah saling memberikan keterangan, tetapi datanya belum ada,”imbuh dia.
Sementara itu, Abdullah SH dari kantor pengacara Abdullah SH dan rekan selaku kuasa hukum ahli waris menjelaskan, bahwa, kliennya dari ahli waris Alm Matsapari memiliki lahan seluas 4,8 hektar di kawasan Desa Manyar Sidorukun yang masuk dalam kawasan JIPPE. “Lahan klien kami dijual seseorang yang merupakan ahli waris keluarga Alm Hannan. Padahal, Alm Hanan bukan pemilik tanah. Kemudian oleh ahli waris Hannan dijual oleh H Saiful. Lalu, tanah tersebut dijual ke BMKS JIPPE,”ungkap Abdullah.
Untuk itu, pihaknya meminta dari perwakilan perwakilan dari JIPPE, dan Pemdes Manyar Sidorukun membawa data yang membuktikan kalau Alm Hanan adalah ahli warisnya.
“Mantan kepala desa yang yang membuat riwayat penjualan tanah tidak hadir. Karena kades yang bersangkutan itu periode tahun 2012. Hanya kami yang bawa data dokumen tanah,” jelasnya.
Abdullah menjabarkan, bahwa tanah yang diduga diserobot oleh seseorang itu terjadi pada tahun 2012. Saat itu, Kades yang menjabat Munif mengeluarkan notulen tanah, dan menandatangani.
“Hingga saat ini, tanah tersebut atas nama Matsapari. Dengan luas dalam petok yakni 4, 8 hektar. Sebagian sudah berupa urukan. Makanya ketika ada aktivitas urukan tersebut, ahli waris ingin menyetop,”paparnya.
Dalam rapat mediasi dengan Komisi I, sambung Abullah, perwakilan PT BKMS mengaku membeli dari Saiful, tetapi tidak ditunjukkan buktinya dan datanya pendukungnya tidak ada. “Kami ini mediasi, disarankan di Kecamatan, tapi saya menolak. Karena ini lembaga paling tinggi. Nantinya ada tindak lanjut dari rekomendasi DPRD,” jelasnya.
Pihaknya berharap dalam forum mediasi yang difasilitasi Komisi I DPRD Gresik, menjadi upaya menggalakkan pemberantasan kasus mafia tanah.
Sedangkan salah satu ahli waris, Saifudin mengaku heran tentang status tanahnya yang sudah dibeli oleh seseorang.
“Kok bisa dibeli ?. Padahal ahli waris belum pernah jual. Ini kok tidak transparan. Ada mafia tanah. Kami orang kecil, saat pengurukan saya berhentikan. Katanya sudah beli,tapi belinya tidak ke ahli waris. Kami sebagai ahli waris tidak diberitahu, makanya saya wadul ke DPRD,”pungkas dia.
Komentar telah ditutup.