MENYAKSIKAN debat calon wakil presiden (Cawapres) semalam melalui siaran langsung di layar televisi, sungguh menarik. Karena ada momentum saling serang dan menjatuhkan mental lawan. Ketiga Cawapres menunjukkan kalibernya dan masing-masing. Dan setiap Cawapres mempunyai momennya sendiri-sendiri. Patut diakui bahwa debat Cawapres tahun ini lebih seru daripada tahun sebelumnya.
Namun, di balik keseruan debat semalam, penulis ingin menarik garis terhadap permasalahan yang terjadi di Kabupaten Gresik sehingga tidak berlarut dalam euforia semu belaka.
Pertama, masalah banjir tahunan di sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) Kali Lamong yang meliputi beberapa kabupaten yaitu Gresik, Mojokerto, Lamongan, dan Kota Surabaya. Dalam sebuah makalah yang dikeluarkan oleh Balitbang Provinsi Jawa Timur, total dana yang dibutuhkan untuk merevitalisasi Kali Lamong diperkirakan mencapai Rp 900 miliar. Masalah ini sudah mulai dibahas pada masa Gubernur Soekarwo. Terlebih lagi, muncul Perpres No.80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan), BTS dan Lingkar Selatan.
Namun sayangnya, desa-desa dan sawah-sawah di sekitar Kali Lamong masih menjadi langganan banjir hingga saat ini. Upaya Pemerintah Daerah sebagaimana Peraturan yang berlaku hanya sebatas pembebasan lahan saja sedangkan untuk revitalisasi atau pembangunan tanggul adalah atensi dari APBN alias dari Pemerintah Pusat.
Pada awal tahun 2023, banjir masih terjadi. Sebagaimana Laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gresik pada Maret tahun 2023, setidaknya ada 42 desa di delapan kecamatan terdampak. Baik akibat luapan Kali Lamong, Bengawan Solo, maupun Kali Surabaya. Lebih dari 3.000 unit rumah warga terendam, 800 hektare sawah dan 500 hektare tambak terdampak, 40 kilometer jalan terdampak baik itu jalan lingkungan, jalan poros desa, maupun jalan kabupaten. Kemudian, lebih dari 30 unit fasilitas umum terdiri atas tempat ibadah, balai besa, balai dusun, pemakaman umum, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan juga tergenang banjir. Ini bencana tahunan yang serius.
Nah, pada debat Cawapres menyinggung soal megaproyek Ibukota Negara (IKN). Dalam debat semalam disebutkan bahwa kebutuhan anggaran IKN itu disampaikan sebesar 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 3.061,2 triliun . Itu angka yang luar biasa untuk membangun Kota Baru.
Padahal untuk menuntaskan persoalan banjir yang melintas di beberapa kabupaten ini hanya membutuhkan sekitar 0,0003% dari APBN yakni sebesar Rp 900 miliar. Dengan kata lain, Peraturan yang memadai selama ini soal penuntasan banjir ternyata tidak cukup berguna jika suatu permasalahan tersebut tidak diprioritaskan untuk ditangani. Walhasil, pada 8 Desember di penghujung tahun ini, 6 desa masih terdampak luapan banjir Kali Lamong padahal intensitas hujannya kategori rendah.
Kedua, masalah ketersediaan pupuk. Masyarakat Gresik khususnya petani dan petambak masih merasakan kesulitan untuk mendapatkan pupuk. Parahnya lagi, produsen pupuk yakni PT Petrokimia bertempat di Kabupaten Gresik. Maka, petani-petani sering mengeluhkan kelangkaan pupuk bagai ayam mati di lumbung padi.
Ternyata keberadaan produsen pupuk di Gresik bukanlah jaminan ketersediaan pupuk bagi warga Gresik karena petani dan petambak diberikan jatah pupuk subsidi berdasarkan basis data yang disetorkan sesuai RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
Parahnya lagi, pada tahun 2022 yang lalu, subsidi pupuk bagi petambak atau sub sektor perikanan secara resmi dicabut. Hal ini tentu membuat menjerit petambak-petambak di Kabupaten Gresik. Sebagaimana ketentuan yang ada, bahwa subsidi pupuk hanya diberikan kepada petani sawah, namun untuk sub sektor perikanan secara resmi dicabut alias dihilangkan. Alhasil, cost produksi petambak-petambak hari ini meningkat 2 hingga 3 kali lipat karena belum ada alternatif selain menggunakan pupuk yang biasa mereka pakai.
Terlebih lagi dalam hal hilirisasi, harga jual ikan masih tetap sama. Justru pada kondisi panen raya, harga ikan semakin murah. Petambak tidak ada pilihan lain selain bertahan.
Jika dikaitkan lagi dengan kebutuhan anggaran untuk membereskan permasalahan pupuk subsidi di Gresik saja. Estimasi yang diajukan oleh Dinas Pertanian Gresik adalah sekitar Rp 40 miliar atau 0,0000133% dari APBN.
Maka, tidak salah jika ada Cawapres yang menyatakan bahwa proyek IKN adalah proyek ambisius karena menafikan kebutuhan-kebutuhan mendesak yang ada di daerah-daerah.
Hari ini, daerah membutuhkan support untuk penataan jaringan air bersih, akses pendidikan gratis hingga kuliah, transportasi yang terintegrasi, dan insentif bagi petani dan petambak agar lahan pertanian mereka tidak dijual dan dialihfungsikan secara besar-besaran karena ancamannya lambat laun kita akan mengalami krisis pangan.
Pasangan Capres dan Cawapres Nomer 1, 2, dan 3 adalah tokoh-tokoh terbaik bangsa hari ini. Siapapun pilihannya silahkan. Yang terpenting adalah menumbuhkan kesadaran bahwa prioritas kerja yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sangatlah berdampak terhadap permasalahan pembangunan dan kesejahteraan yang ada di daerah kita masing-masing.
M SYAHRUL MUNIR
Ketua F-PKB DPRD Gresik
Komentar telah ditutup.