GRESIK, Berita Utama – Ratusan warga Kelurahan Lumpur, Kecamatan Gresik melakukan unjukrasa di PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau Pelindo III Cabang Gresik, Kamis (21/5/2023). Mereka menolak rencana penandatanganan berita acara perubahan status tanah permukiman warga menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Dalam aksinya, warga berorasi sambal membentangkan berbagai poster bernada penolakan yang ditempelkan di pagar kantor Pelindo III Cabang Gresik.
“Warga sangat menolak adanya perubahan status tanah menjadi HPL. Karena lahan ini sudah kita huni sejak 1969. Apalagi hunian kita uruk sendiri, jerih payah dari orang tua kita,” kata Ahmad Fasolin, salah satu warga Kelurahan Lumpur dalam orasinya.
Mereka menginginkan perubahan status tanah yang mereka huni menjadi HGB murni, bukan HGB di atas HPL.
“Jika merujuk Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 1960 Menteri Agraria, maka HGB di atas HPL ada masa dan biaya sewanya,” tegas dia.
Ada beberapa alasan mendasar lain dalam penolakan warga terkait rencana perubahan status tanah permukiman penduduk menjadi ini, diantaranya ketika Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Kelurahan Lumpur memberikan petunjuk bahwa tanah oloran alami yang dihuni masyarakat nelayan bisa disertifikatkan.
Sehingga, ada harapan untuk bisa mendapatkan sertifikat dari sebidang tanah yang sudah mereka huni sejak tahun 1969 dengan mengikuti ketentuan dan mekanisme yang berlaku.
“Tanah negara yang dihuni masyarakat sejak tahun 1969 ini didirikan atas izin dari pejabat yang menjabat saat itu, dan saat kehadiran Pak Jokowi kesini beberapa waktu lalu, beliau menyatakan tanah oloran yang diurus masyarakat sendiri mestinya diperuntukkan untuk warga,” beber Fasolin.
Namun, Pelindo III Cabang Gresik bersama BPN Gresik sempat ada rencana pengukuran tanah untuk HPL tersebut. Seketika itu ditolak oleh warga karena sebelumnya tidak ada sosialisasi sama sekali. Anehnya, tiba-tiba muncul berita acara perubahan status tanah permukiman warga menjadi HPL yang akan ditandatangani oleh sejumlah pemangku kebijakan terkait.
“Padahal belum ada pengukuran, akhirnya warga menolak. Belum ada pengukuran kok tiba-tiba ada berita acara, kita sangat kecewa dan bahkan warga sangat menolak,” jelas Fasolin.
Dia menjelaskan bahwa total lahan permukiman warga di Kelurahan Lumpur yang terdampak rencana perubahan status lahan menjadi HPL seluas terdampak 1,8 hektar. Terdiri dari 589 rumah warga yang dihuni kurang lebih 2100 jiwa, serta 4 tempat ibadah yakni musola.
“Total 1,8 hektar. Terdiri dari 589 rumah warga yang dihuni kurang lebih 2100 jiwa, serta 4 tempat ibadah yakni musola. Kalau total keseluruhan 3 kelurahan kurang lebih 5 hektar,” tandasnya.
Aksi warga Kelurahan Lumpur sempat ditemui pihak Pelindo III, Arya Pradana Putra selaku Deputi Manager Property dan Rupa-rupa Usaha Jawa Timur II. Sayangnya, dia tidak bisa berkomentar sama sekali, karena sudah mengetahui informasi terkait sengketa lahan dan surat warga sudah terkirim ke BPN, Kecamatan dan tembusan-tembusan lainnya.
“Pak Arya sudah mengetahui bahwa warga menolak, karena sudah dua kali pertemuan pada 19 Maret 2023 dan ditolak oleh masyarakat,” sambung Fasolin.
Sehingga, perwakilan warga akhirnya menyerahkan bukti dokumen penolakan warga terhadap rencana perubahan status lahan menjadi HPL. Surat penolakan tersebut dibuat masing-masing warga dengan tanda tangan di atas materai.
“Bukti penolakan warga sudah kami serahkan, ada Pak Camat dan tiga lurah disaksikan seluruh warga yang ikut unjukrasa juga. Acara penandatanganan berita acara yang sebelumnya sudah dijadwalkan hari ini pun akhirnya batal,” ucap Fasolin.
Untuk diketahui, permasalahan status tanah negara yang telah dihuni masyarakat dan nelayan Kelurahan Lumpur ini sudah berjalan selama puluhan tahun. Bahkan, warga mengaku sudah pernah melakukan audiensi dengan Komisi III DPRD Gresik.
Komentar telah ditutup.