GRESIK, Berita Utama- Rumah sakit (RS) milik pemerintah maupun RS swasta di Kabupaten Gresik menjadi pontang -panting dengan penerapan 144 penyakit yang tidak bisa langsung dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) menggunakan BPJS Kesehatan.
Namun, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang didiagnosis terkena penyakit tersebut sebisa mungkin mendapat penanganan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Namun, FKTP belum memiliki sarana dan prasana yang memadai dengan penerapan 144 tersebut. Kondisi tersebut merugikan masyarakat maupun RS yang membuat penurunan pendapatan. Untuk itu, Komisi IV DPRD Gresik mengundang BPJS Kesehatan Cabang Gresik, seluruh puskesmas di Gresik, Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik, Bappeda maupun managemen RS swasta se-Gresik untuk diskusi yang dihadiri langssng Ketua DPRD Gresik M Syahrul Munir mencari solusi terbaik pelayanan kesehatan di Gresik, Senin (09/12/2024).
“RSUD Ibnu Sina setengah mati. Karena klaim pending kami sebesar Rp 11 milyar yang belum diselesaikan oleh BPJS Kesehatan,”ujar Dirut RSUD Ibnu Sina, dr Soni M Kes dalam audiensi.
Dikatakan, tidak semua FKTP memiliki fasilitas rawat inap. Sehingga, mereka dianjurkan horisontal ke Puskesmas yang ada rawat inapnya. Karena, fasilitas tak tersedia, Puskesmas merujuk ke rumah sakit.
“Ketika ada rujukan, tak boleh menolak. Tetapi ketika kita layani, klaim akan terpending. Yang seharusnya dievaluasi, faskes atau FKTP. Sehingga, kita tidak terpending klaimnya,”imbuh dia.
Hal senada dikatakan Dirut RS Wates Husada Balongpanngang dr Titin Ekowati yang menyoroti demam Demam dengue (DHF) di musim pancaroba yang kasusnya sangat tinggi. Tetapi, peserta JKN tidak bisa langsung dirujuk ke rumah sakit melainkan mendapat pelayanan di FKTP.
“Ada dua puskesmas di Kecamatan Balongpanggang yakni Puskesmas Dapet dan Puskesmas Balongpanggang. Yang ada rawat inap hanya di Puskesmas Balongpanggang. Ketika ada pasien DHF kalau kita rawat, itu masuk 144 yang tak bisa langsung dirujuk ke rumah sakit,”jelas dia.
Begitu juga dengan Faskes di Gresik selatan yang sangat terbatas hanya 30 tempat tidur.
“ Tempat kami, rawat inap antara 800- 900 pasien perbulan,”jelas dr Edwin dari RSPG Driyorejo.
Dengan penerapan 144 penyakit yang tak bisa dirujuk langsung ke RS tersebut, lanjut dia, terjadi penurunan sekitar 40 persen.
“Pembicaraan kami dengan BPJS Kesehatan, bisa dirawat dengan rawat jalan,”tandas dia.
Sementara itu, Dirut RS Fathma Medika dr Asluchul Alif mengaku meskipun yang ditetapkan ada 144 diagnosis, tetapi berkembang menjadi 180 diagnosis.
“ Kalau mau solusi cepat, BPJS Kesehatan dan Dinkes meneken kesepakatan atau MoU,”cetus dia.
Dengan berbagai permasalahan tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Gresik Muchammad Zaifuddin memberi waktu atau deadline seminggu kepada Dinkes Gresik dan BPJS Kesehatan untuk mencari sokusi.
“Komitmennya harus sama, persepsi sama. Harus clear. Permasalahannya sudah ketemu. RSUD Ibnu Sina sudah diujung tandung dengan penerapan itu. Di sisi lain, puskemas tak ada sumberdaya manusia dan alat kesehatan yang memadai,”imbuh dia.
Sedangkan Ketua DPRD Gresik M Syahrul Munir menyatakan diskusi berlangsung sangat hidup yang bisa memberikan kontribusi bagi pelayanan kesehatan di Gresik.
“Untuk rekeomndasi jangka pendek, klaim BPJS Kesehatan yang pending, segera diselesaikan,”tandasnya.
Menurutnya, semangat yang hadir untuk memecahkan permasalahan 180 kategori diagnosa, maka wajib ada kesepahaman.
“Karena ada multitafsir. Ini perlu kertas hitam diatas putih sehingga bisa jadi panduan oleh Dinkes Gresik ataupun rumah sakit. Kita harapkan secepatanya bisa klir,”pintanya. Syahrul juga minta Dinkes segera menginventarisir kebutuhan puskesmas sehingga kedepan bisa terpenuhi SDM dan sarananya penunjanganya.
Komentar telah ditutup.