GRESIK- beritautama.co- Setelah 14 kali melakukan rapat kerja untuk melakukan pembahasan mulai dari pembahasan pola ruang, struktur ruang, strategi penataan ruang dengan eksekutif, akhirnya panitia khusus (pansus) DPRD Gresik yang membahas Ranperda Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) Gresik 2022-2042, mampu merampungkan tugasnya setelah rapat finalisasi yang berlangsung di gedung DPRD Gresik. Selasa (13/09/2022).
Kendati demikian, ada beberapa catatan penting diberikan. Baik secara redaksional maupun kuantitatif luasan kawasan yang perlu direvisi.
“Secara garis besar kami menyetujui Kabupaten Gresik ke depannya adalah Kabupaten yang ramah investasi. Karena kita cukup maksimal dalam mengalokasikan pola ruang untuk memicu masuknya investasi. Baik itu dari sektor permukiman seluas 41.001 hektar maupun industri seluas 11.263 hektar,”ujar Ketua Pansus RTRW Gresik 2022-2042, M Syahrul Munir.
Sektor pertanian, sambung dia, draft awal yang ditetapkan untuk diajukan seluas 41.115 ha. Terdiri dari lahan pangan dan hortikultura.
“Sehingga investasi pertanian di Gresik masih sangat menarik di kala terjadi krisis pangan dunia seperti saat ini. Kawasan perikanan juga masih dalam kategori sangat luas yakni sebesar 19.993 ha,”tandas dia.
Ditegaskan politisi PKB ini, ada ketentuan yang menarik terkait investasi yang disampaikan oleh Kementerian BPN/ATR, bahwa pola ruang yang diajukan untuk dialihfungsikan dari sebelumnya lahan sawah dilindungi (LSD) menjadi peruntukan permukiman atau industri jika tidak dilakukan pengembangan dalam jangka waktu 3 tahun, maka akan dikembalikan kembali menjadi LSD.
“Maka, kami mengingatkan kepada investor bahwa lahan-lahan yang sudah dikuasai dan sudah melalui proses perizinan dan peraturan yang berlaku harus segera dilakukan pembangunan. Jika tidak, maka lahan tersebut akan dievaluasi dan dikembalikan menjadi LSD,”tandas dia.
Ditambahkan Syahrul, peenyelesaian ranperda RTRW Gresik 2022-2042 molor begitu lama karena adanya kebijakan LSD dari Kementerian ATR/BPN. Sehingga, pemerintah daerah harus melakukan sinkronisasi dan penyesuaian-penyesuaian atas LSD sebagaimana yang diminta oleh Kementerian ATR.
Secara substansi, sambung dia, Pemkab Gresik masih memerlukan persetujuan dari Kementerian ATR/BPN untuk menentukan jumlah luasan peruntukan kawasan sebelum diparipurnakan, seperti halnya luasan LSD sebesar 41.115 ha. Namun Pemkab mengajukan 29.656,5 ha. Sehingga perlu waktu untuk melakukan sinkronisasi dan verifikasi faktual.
“Setelah draft ranperda ini disahkan menjadi perda, kami berharap ini bisa menjadi pijakan dalam 20 tahun ke depan. Kebijakan insentif dan disinsentif sebagaimana yang tertuang di Perda ini juga perlu segera diberlakukan agar pengendalian penataan ruang bisa diterapkan secara maksimal. Pihak-pihak yang menaati peraturan kita permudah, sebaliknya jika ada pihak yang melanggar pemanfaatan Tata Ruang maka harus segera diberi sanksi melalui kebijakan disinsentif,”tegas dia.
Sebab, lanjut Syahrul Munir, pada aturan Perda RTRW Gresik yang lama, tidak jelas penindakan pada pelanggar pola ruang. Termasuk, tidak jelas sanksi yang diberikan. Sehingga, politisi muda ini tak memungkiri, realitas dilapangan banyak terjadi pelanggaran pemanfaaran tata ruang.