DUSUN Shoberoh terletak di sebelah timur Desa Dalegan Kecamatan Panceng. Bila masuk Desa Dalegan, lalu menemui jalan ke timur. Ya itu, Dusun Shoberoh.
Kira-kira dua kilometer. Sekarang sudah mendingan. Sebagian jalan sudah dipaving. Berbeda setahun lalu, jalan masih urugan pedel tanpa penerangan. Terlebih di musim hujan. Jalan tergenang, banjir, dan tak bisa dilewati. Intinya belum terurus.
Tapi siapa sangka, di tempat terpencil itu, sebuah bentang alam indah berada. Dari jalan masuk Desa Dalegan, kalau melihat ke arah timur, memanjang sebuah bukit yang sungguh indah. Dipadu hijaunya sawah di bawahnya. Ya itulah Dusun Shoberoh.
Tak cukup sampai disitu. Selain menyimpan keindahan alam, juga memiliki warisan alam berupa deretan pohon siwalan atau cematan. Pepohonan itu tak saja lengkapi perindah memanjangnya bukit itu. Tapi juga menampung cairan legen yang menjadi mata pencaharian utama warga Dusun Shoberoh. Legen Panceng yang populer, dipasok dusun ini.
Dengan dua modal itu. Yaitu keindahan alam dan komoditas lokal legen. Bukankah sudah menjadi alasan untuk diangkat menjadi dusun agrowisata?
Sayangnya, belum ada kerangka kebijakan untuk mewujudkan angan-angan itu. Jangankan memulai infrastruktur pariwisata, infrastruktur dasar jalan saja masih terengah-engah. Alhasil, harus ada intervensi kebijakan dan anggaran terpadu untuk mengoptimalkan modal potensi alam yang ada.
Informasi yang saya terima. Dari segi pelestarian saja. Jumlah pohon siwalan sudah jauh berkurang dibanding 5-10 tahun yang lalu. Setiap tahun terjadi pengurangan. Alasannya bermacam. Mulai alih fungsi lahan, penebangan, hingga dijual kayunya.
Padahal, tidaklah mudah. Butuh waktu kira-kira 30 tahun mulai dari menanam hingga mewujud pohon yang hasilkan legen. Sementara itu, hanya butuh kisaran menit untuk menebangnya pohon yang ada.
Karena itu, sudah dua tahun terakhir ini. Berdiri paguyuban petani legen di Dusun Shoberoh. Tujuan utamanya untuk menjaga kelestarian pohon siwalan agar tidak semakin berkurang. Paguyuban ini lahir dari kesadaran warga. Mengingat, komoditas legen telah menghidupi mereka turun temurun. 80 – 90 persen warga bermata pencaharian produksi legen.
Selain itu, melalui paguyuban, diharapkan terwujud regenerasi petani legen. Mengingat, keengganan generasi muda untuk menjadi petani. Hal ini pula yang turut mempengaruhi pada ekosistem dan budidaya legen. Karena terjadi pergeseran cara pandang dan pride dari generasi tua ke muda.
Yang tak kalah penting. Dari paguyuban, diharapkan terorganisir pola penjualan dan distribusi legen dari tempat produksi ke konsumen. Misal, marketplace yang memanfaatkan digitalisasi. Karena selama ini, terkesan masih sendiri-sendiri. Belum teroganisir.
Setelah paguyuban terbentuk. Rasanya, tak cukup bila potensi keindahan alam yang disuguhkan di Shoberoh tidak digarap menjadi sebuah nilai yang lebih. Dari situ, ide agrowisata muncul.
Harapannya, komoditas legen bisa lebih terjual dan menjadi ekonomi berkelanjutan bagi warga lokal. Caranya, dengan menjadikannya sebagai obyek wisata eduagro yang menarik untuk dikunjungi.
Pun, itu untuk memberi alternatif ke masyarakat. Bahwa di tengah penatnya Gresik sebagai kota industri. Ada pilihan berlibur di sebuah pedesaan pegunungan. Sarat persawahan. Sembari meneguk legen, dawet ental, dan dilengkapi ikan asap.
Nikmat kan? Akhirnya, berdirilah sebuah warung kopi sederhana di atas lahan kosong. Modal awal membangun itu adalah kas karang taruna senilai dua juta rupiah.
Pikiran saya dan ketua karang taruna (kartar) sederhana. Gagasan Agrowisata itu dimulai dengan membuat sebuah warung dengan gazebo-gazebo dimana pengunjung bisa meminum legen dan menikmati pemandangan alam yang dimiliki Shoberoh. Itu saja dulu.
Faiz Abdalla