GRESIK, Berita Utama- Berkurangnya dana transfer pusat yang nilainya signifikan sekitar Rp 197 miliar, mendapat sorotan tajam dalam pemandangan umum (PU) F-PKB DPRD Gresik terkait nota rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) Gresik tahun 2023.
Implikasinya, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Pmkab Gresik melakukan pengurangan terhadap beberapa belanja daerah yang strategis dan prioritas. Diantaranya Dinas PUTR dengan pengurangan anggaran sebesar Rp 10 miliar, Dinas CKPKP sebesar Rp 10 miliar, Bosda dikurangi sebesar Rp 8 miliar, BPPDGS di Dinas Pendidikan (Disdik) dikurangi Rp 10 miliar. Termasuk anggaran untuk belanja hibah, barang jasa dan Bantuan Keuangan Desa yang terakumulasi sebesar Rp 25 miliar serta pemotongan alokasi dana desa (ADD) sebesar Rp 22,9 miliar.
“Rencana pengurangan ADD sebesar Rp 22,9 miliar merupakan hal yang sangat konyol. Perangkat desa sampai saat ini belum bisa menikmati gaji setiap bulan. Mereka terkadang harus menunggu pencairan ADD pada bulan ke-3. Di samping itu, beban kerja pendataan dan program-program populis kepala daerah tentu yang mengawal paling ujung adalah pemerintahan desa. Rencana pengurangan ADD ini adalah bukti bahwa Pemerintah Daerah tidak mengapresiasi kerja pemerintah desa. Maka secara tegas kami menolak rencana pengurangan tersebut,”cetus M Syahrul Munir yang membacakan PU FPKB dalam rapat paripurna, Senin (31/10/2022).
Menurutnya, F PKB tidak sepakat dengan kebijakan tersebut, karena menunjukkan sikap menyerah dan tidak berpikir alternatif solutif.
“Memang langkah paling mudah adalah mengurangi belanja, namun Fraksi PKB justru berpendapat bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk memaksimalkanpeningkatan PAD sesuai potensinya,”tandas dia.
Beberapa pos belanja yang rencananya akan dikurangi, sambung Syahrul, harus dikembalikan lagi, karena urgensi dan prioritas.
“Ingat, bahwa RKPD (rencana kerja pemerintah daerah-red) tahun 2023 memberi amanat bahwa ada tiga jenis belanja prioritas, yaitu pengentasan kemiskinan, peningkatan infrastruktur dan penanggulangan banjir,”tukas dia.
Belanja infrastruktur, lanjut dia, terutama jalan baik pembangunan maupun pemeliharaan harus diberikan alokasi anggaran yang lebih besar sebagai konsekuensi program prioritas dan jangan malah dikurangi.
“Fraksi PKB berharap dijelaskan terkait nominal anggaran, Voleme dan capaian pekerjaan untuk belanja modal jaringan, jalan dan jembatan di tahun 2023 mendatang,”ucap dia.
F-PKB, kata Syahrul, menolak keras rencana pengurangan anggaran untuk Bosda dan BPPDGS. Ide pengurangan Bosda dan BPPDGS ini, lanjut dia, sangat mengecewakan dan menyayat hati bagi dunia pendidikan, termasuuk di dalamnya pendidikan swasta dan pendidikan diniyah.
“BPPDGS merupakan Bantuan Penyelenggaraan bagi Pendidikan Diniyah dan Guru Swasta yang pada tahun lalu pemerintah daerah harus sharing anggaran dengan Provinsi. Sejauh pencermatan kami bahwa belanja di Dinas Pendidikan sebagian besar habis dalam rangka menyejahterakan para guru dan tenaga pendidik di Kabupaten Gresik, terlebih lagi masih ada sekolah yang rusak namun tidak bisa diatensi secara maksimal melalui APBD. Maka, rasionalisasi mengurangi belanja di Dinas Pendidikan adalah hal yang tidak tepat karena sekolah masih bergantung terhadap Bosda dan BPPDGS,”papar dia.
FPKB berharap ada data terkait pemberian insentif bagi guru swasta non sertifikasi karena dengan data tersebut diharapkan terjadi pemerataan dalam hal pemberian insentif. Selain itu, memastikan bahwa tidak ada kebijakan yang diskriminatif untuk belanja pendidikan.
“Jelaskan komposisi belanja pendidikan bagi sekolah negeri dan sekolah swasta. Berapa juga total belanja pendidikan sertaberapa persen pembagian belanja pendidikan tersebut untuk sekolah negeri dan sekolah swasta,”pinta dia.
Untuk belanja penanganan banjir, FPKB berharap ada penjelasan detail terkait program dan kegiatan apaserta berapa alokasi angggaran untuk prioritas penanganan banjir di Kota,dan terutama banjir Kali Lamong.
Sedagkan rarget pendapatan pada APBD 2023 sebesar Rp.3, 86 triliun.RAPBD 2023 mengalami goncangan yang lumayan besar, karena mengalami penurunan yang signifikan dalam hal pendapatan dana transfer. Dari semula direncanakan Rp. 2, 43 triliun menjadi Rp. 2,26 triliun. Implikasinya tentu terhadap rencana belanja daerah yang akan disesuaikan atau harus dikurangi.
“Kebijakan pemerintah pusat yang mengurangi alokasi dana transfer ke Kab. Gresik harus dijadikan momentum bagi Pemkab Gresik, Kepala Daerah dan DPRD untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap upaya dan langkah meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) karenatarget PAD belum sesuai dengan potensi yang sebenarnya,”tandas dia.
Berdasarkan hasil pembahasan dalam rapat badan anggaran (Banggar) dan Timang Pemkab Gresik disepakati untuk menaikkan PAD sebesar Rp 100 miliar.
“ Menurut Fraksi PKB nilai tersebut masih dapat dinaikkan lagi dengan melakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi, seperti yang tertuang dalam pengantar Nota Keuangan Bupati atas RAPBD 2023, disebutkan bahwa strategi untuk meningkatkan PAD diantaranya dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan. Saat ini yang dibutuhkan adalah pembuktian dengan langkah konkrit agar tidak sekedar menjadi bangunan narasi tanpa realisasi,”urainya.
Beberapa sektor dari sumber pendapatan daerah yang menjadi perhatian dari Fraksi PKB, antara lain pajak daerah yang menjadi kewenangan kabupaten, ada beberapa yang harus dinaikkan targetnya di tahun 2023.
“Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), merupakan jenis pajak yang paling konsisten dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.Tahun 2023, PBB wajib dinaikkan secara gradual atau bertahap, khususnya di kawasan perkotaan di zona-zona tertentu seperti di perumahan maupun di beberapa jalan protokol. Sebab faktanya harga jual tanah di kawasan tersebut sudah sangat tinggi dibanding NJOP yang ada di SPPT PBB,”ulas dia.
Dicontohkan di kawasan perkotaan, antara lain Jalan Panglima Sudirman, Jalan RA Kartini, Jalan Veteran, Jalan Sumatera, Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan Gresik Kota Baru (GKB) serta beberapa titik kawasan lainnya juga wajib dinaikkan.
“Urgensi dinaikkan nilai pajak dari obyek PBB dapat dijelaskan dengan ilustrasi sebagai berikut, NJOP tanah di Jalan Jawa GKB saat ini masih Rp. 800.000,-. Sedangkan harga pasaran tanah di lokasi tersebut sudah mencapai Rp. 15.000.000,- per m2. Dari ilustrasi tersebut, bisa dijadikan alasan yang kuat untuk menaikkan NJOP yang akan menjadi dasar besaran nilai obyek pajaknya,”papar Syahrul.
Pemerintah Daerah melalui BPPKAD pernah menghitung potensi Rp 1 triliun pendapatan yang bisa di dapat dari Java International Integrated Port and Estate (JIIPE). Namun, pada kenyataannya pendapatan bea perolahan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) ditarget menurun dari tahun 2022
“Tingkat okupansi hotel dan tumbuhnya beberapa rumah makan merupakan potensi pajak yang harus dijadikan sumber kenaikan target pajak di tahun 2023. Beberapa restoran masih banyak yang tidak memiliki tapping box sehingga penerimaan pajak tidak bisa maksimal karena lemahnya sistem pengawasan,”tandasnya.
Pajak parkir, kata Syahril, juga harus dinaikkan targetnya karena di beberapa wilayah yang terkena pajak parkir sudah menaikkan tarif parkir kepada pelanggan.
“Terkesan aneh jika ada kenaikan tarif pelanggan namun penerimaan pajak tidak berubah signifikan,”cetus dia.
Pajak reklame juga sangat layak untuk dinaikkan targetnya karena kegiatan promosi terus berkembang seiring dengan bergeliatnya perekonomian dan kegiatan usaha di Kabupaten Gresik.
Seiring dengan mulai ramainya kegiatan hiburan, maka sudah sepatutnya pajak hiburan juga ditarget lebih tinggi.Kegiatan konsermusik dan pertandingan sepak bola adalah dua hal kecil potensi kenaikan pendapatan pajak hiburan.
“Pemerintah belum sepenuh hati mengamankan potensi pajak air tanah. Hal ini terlihat dari kenaikan yang tidak begitu siginifikan dari pajak air tanah ini dari target tahun 2021 sebesar Rp 1,25 miliar menjadi Rp 1,75 miliar pada tahun 2023. Kami mencermati bahwa Pemerintah Daerah belum memiliki sistem pengawasan yang baik sehingga kebocoran Pajak air tanah ini sangat luar biasa. Sekali lagi kami tekankan, bahwa eksploitasi air bawah tanah oleh industri dapat mengancam ekosistem dan merugikan warga masyarakat pedesaan yang selama ini memanfaatkan sumur dalam,”pungkas dia.