GRESIK- beritautama.co- Air mata Laily Nifistiyyah tak mampu dibendung menahan haru ketika Anggota DPRD Gresik, M Syahrul Munir menyempatkan diri bertandang ke rumahnya di Kelurahan Pekauman Kecamatan Gresik, Kamis (06/10/2022), untuk melakukan uji petik terkait kasus stunting dan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang masih amburadul.
Sebab, ketua FPKB DPRD Gresik ketika menjadi narasumber dalam kegiatan focus discuss group (FGD) bertema stunting di Dinas Sosial (Dinsos) Gresik, mendapat laporan dari salah satu peserta yang juga kader Posyandu di Kelurahan Pekauman adanya anak balita yang stunting dari keluarga miskin (gakin).
“Kita melakukan uji petik pada salah satu gakin yang anaknya stunting tetapi tidak masuk program penanganan kemiskinan. Baik program keluarga harapan (PKH), BPNT (bantuan pangan non tunai) maupun PKH Inklusif,”ujar Syahrul.
Menurutnya, realitas tersebut menjadi keprihatinan. Sebab, seharusnya masuk dalam DTKS. Sehingga, kebutuhan hidupnya maupun anak-anaknya dipenuhi oleh pemerintah melalui bantuan sosial. Bahkan, secara spontan Syahrul Munir memberikan bantuan untuk membeli susu anaknya yang masih balita agar tidak stunting.
“Harus diusulkan dan bisa masuk dalam DTKS. Karena, benar-benar membutuhkan,”tandas dia.
Syahrul Munir yang memotret langsung kondisi rumahnya tidak layah huni, khususnya di bagian belakang rumah. Sehingga, sangat layak untuk bisa diajukan program bantuan bedah rumah juga.
“Sangat layak untuk bisa menerima bantuan bedah rumah. Nanti, kita akan usulkan,”tukas dia.
Kepedulian Syahrul Munir membuat Laily Nifistiyyah tak kuasa menahan haru. Bahkan, ibu tiga anak berusia 41 tahun yang tinggal dalam satu rumah bersama 3 saudara kandungnya ini, berlinang air mata. Apalagi menceritakan kekhawatiran anaknya jika harus putus sekolah karena tak ada biaya. Sebab, tidak masuk dalam program Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Anak yang pertama sekolah kelas V sekolah dasar. Sedangkan yang kedua, kelas 1. Keduanya bersekolah di SDN Sidokumpul . Kalau yang kecil usia 4 tahun, harusnya masuk PAUD, tapi tidak ada biaya,”ujarnya.
Khusus anaknya yang masih berusia 4 tahun, berat badannya hanya 13 kilogram dengan tinggi 91 cm. Sehingga, kader Posyandu setempat mengkategorikan stunting. Padahal, selama 2 tahun, anaknya diberi ASI. Selepas 2 tahun, tidak pernah minum susu karena keterbatasan ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Laily Nifistiyyah membuat jajanan yang dititipkan di warung-warung. Sedangkan kakak kandungnya yang tinggal serumah tetapi beda kartu keluarga (KK), terkena PHK imbas covid-19. Maka, keluarga di
“Pernah saya mengurus ke kelurahan untuk bisa mendapatkan bantuan, tapi alasannya (DTKS) turunnya dari pemerintah pusat,”keluhanya.
Kendati namanya tidak masuk DTKS, tetapi Laily Nifistiyyah memiliki kartu kepesertaan BPJS Kesehatan. Itupun diurus ketika anaknya mengalami sakit keras dan meminta surat keterangan tidak mampu dari kelurahan. Sehingga, mendapatkan kartu kepertaan BPJS Kesehatan. Hanya saja, dia tidak mengetahui, apakah masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) dari JKN KIS atau bantuan sosial dari APBD Gresik yang dulunya dicover melalui Kartu Gresik Sehat (KGS). “Saya hanya pernah dapat bantuan di awal Covid-19 lalu,”pungkas dia.