GRESIK- beritautama.co- Proyek penataan kawasan heritage Bandar Grisse atau Gresik kota lama menimbulkan masalah baru. Sebab, 7 ruas jalan yang direvitalisasi yakni Jalan Basuki Rahmat, Jalan Malik Ibrahim, Jalan Setia Budi, Jalan KH Zubair, maupun Jalan Agus Salim menjadi gersang dan panas.
Pohon-pohon besar yang menjadi peneduh dan penangkal debu di sepanjang ruas jalan tersebut, dibabat habis tanpa tersisa. Celakanya, pekerjaan proyek yang berasal dari APBN senilai Rp 47 miliar tersebut, sudah hampir rampung dan telah dilakukan serah terima pekerjaan. Tetapi, pohon pengganti yang dibabat habis tak kunjung ditanam.
Realitas tersebut membuat Anggota Komisi III DPRD Gresik, Abdullah Hamdi yang melakukan sidak ke lapangan menjadi berang. Sebab, pihaknya sudah lama menginggatkan ke Dinas Cipta Karya Perumahan dan Pemukiman (DCKPP) Gresik untuk meminta paket pekerjaan include dengan penghijauannya.
“Sangat gersang dan panas karena tidak ada pohon peneduhnya. Dalam rapat kerja dengan DCKPP Gresik, mengaku kalau pohon pengganti menjadi tanggungjawab Pemkab Gresik. Tapi, kita sudah sarankan supaya DKCPP minta penghijauan include dengan pekerjaan ini. Karena, biayanya besar kalau dibebankan ke APBD Gresik untuk pengadaan hingga perawatan pohon pengganti penghijaun,”ucap dia dengan nada jengkel, Kamis (15/09/2022).
Dalam pantauannya di Jalan Basuki Rahmad, pemborong telah menyiapkan tembok untuk taman berukuran kecil. Juga ada lubang berukururan sekitar 80×80 cm untuk menamam pohon pengganti. Sialnya, posisi lubang tanam mepet dengan saluran pembuangan air dari jalan.
‘Kalau nanti pohon yang ditanam tumbuh besar, maka akarnya bisa menyumbat dan merusak saluran itu. Jadi rusak lagi,”sergah dia.
Politisi PKB tersebut juga menyoroti drainase yang menjadi sempit dengan adanya proyek revitalisasi itu. Padahal, saluran air yang ada sebelumnya cukup lebar dan dalam. Bahkan, sudah cukup kuat karena ada tembok penahan tanah dan bagian bawah saluran sudah dirabat dengan semen cor.
“Semestinya, cukup diperkuat dengan dinding cor di kanan-kiri saluran. Kemudian, atasnya dipasang penutup cor. Itu lebih hemat dan efesien sehingga anggaranya bisa digunakan untuk yang lain. Kalau kita mencontoh di Surabaya, itu diterapkan untuk drainase di Jalan Mayjen Sungkono,’papar dia.
Abdullah Hamdi juga menyayangkan tim arkeolog dilibatkan dalam proyek tersebut. Padahal, di pinggir ruas jalan di kawasan tersebut banyak benda dan bangunan bersejarah bernilai cagar budayanya. Buktinya, ditemukan hidran yang berusia tua dan menjadi peninggalan Belanda. Termasuk, sumur-sumur besar yang sumber airnya melimpah peninggalan Belanda.
Aturannya juga jelas dalam PP Nomor 1 tahun 2022 tentang register nasional dan pelestarian cagar budaya. Dalam pasal 120 ayat 3 (e) menyebutkan, revitalisasi kawasan cagar budaya melibatkan hasil kajian dari ahli pelestarian yakni tim arkeolog.
Kecaman senada dilontarkan Anggota Komisi III lainnya, Hamzah Takim yang menyayangkan pohon-pohon besar sebagai peneduh jalan sekaligus menyerap polusi dan menghasilkan oksigen, justru dibabat habis.
“Seharusnya, bisa dibarengkan ketika sudah mengecor dan melakukan pekerjaan pemasangan lantai di trotoar, pohon ditanam dan dipelihara. Ketika pekerjaan proyek diserahkan, pohon pengganti sudah tumbuh,”tandas dia.
Ditambahkan politisi Partai Golkar ini, ada aturannya kalau menebang satu pohon harus menanam satu pohon penggantinya. Kebijakan tersebut diberlakukan dan dijalankan oleh Pemkab Gresik ketika proyek revitalisasi trotoar di Jalan Dr Soetomo maupun Jalan Panglima Sudirman.
‘Tidak mudah untuk memelihara pohon pengganti. Apalagi sama persis dengan tanaman yang sudah usianya puluhan tahun dan ditebang begitu saja,”pungkas dia.