GRESIK – beritautama.co- Budidaya lele dipengaruhi oleh musim, kualitas air, pakan yang diberikan, dan serangan penyakit. Musim panas sangat cocok dan berdampak positif terhadap pertumbuhan serta perkembangan ikan lele. Sebaliknya, jika sudah tiba musim penghujan, pertumbuhan ikan lele cukup lambat. Bahkan rentan terserang penyakit hingga menyebabkan kematian.
“Kalau musim sekarang serba repot, cuaca nggak menentu. Karena air hujan juga berpengaruh terhadap perkembangan. Lele butuh adaptasi untuk menerima air baru,” tegas Sadi, warga Dusun Banggle Desa Tenggor Kecamatan Balongpanggang yang bekerja sebagai petani dan peternak lele, saat ditemui di kolam budidaya ikan lele, Senin (13/06/2022) .
Sadi biasanya membeli perlengkapan pakan, vitamin, obat-obatan, dan nutrisi di Cerme. Sedangkan untuk benih ikan lele, membeli di Balongpanggang dan Mantup, Lamongan.
“Harga benih ikan lele berdasarkan ukuran panjangnya. Kalau ukurannya sekitar 4, 5, dan 6 centimeter dihargai Rp 125 per ekor. Sedangkan benih ikan lele yang berukuran 7 atau 8 centimeter, harganya Rp 175 per ekor. Harga pakannya sering naik. Sekarang satu karung seberat 30 kilogram harganya Rp 300 ribu,” jelas dia.
Dalam sehari, Sadi bisa menghabiskan pakan minimal 3,5 kg untuk satu kolam fiber berdiameter 3 meter dengan tinggi 1,30 meter. Kolam budidaya ikan lele yang dikelola oleh Sadi sejumlah 24 kolam milik Muhammad Sholin, General Manager di PT. Kelola Mina Laut yang memasrahkannya untuk mengelola.
Seperti halnya manusia, sambung dia, ikan lele juga bisa terserang penyakit. Diantaranya ada penyakit kuning dan penyakit jamur.
“Penyakit kuning itu mematikan, serangan e cepat. Sulit untuk dicegah meskipun sudah diberikan obat. Kalau penyakit jamur masih bisa diobati, saya biasanya memberikan obat inrovloks untuk penyakit jamur pada lele,”jlentrehnya.
Selain membeli benih dari luar, Sadi juga membuat indukan dan mengembang-biakkan untuk dibudidayakan lagi.
“Indukan atau sepasang lele berkelamin jantan dan betina dipisahkan pada tempat yang telah disiapkan khusus untuk perkawinan. Lalu dibiarkan selama satu hari satu malam. Nanti bisa bertelur,” tambahnya.
Tidak semua telur bisa menetas. Bahkan ada telur yang tidak ada isinya. Penyebabnya pun beragam, bisa karena kualitas indukkan lele buruk, bisa juga kualitas air yang buruk.
“Untuk memilah indukan tidak ada ukuran pasti, kemarin ada ukuran setengah kilogram itu bisa jadi indukan. Setiap bertelur, minim bisa sampai dua puluh ribu ekor lele,” tegasnya.
Selain itu, kualitas telur hasil pembuahan dari indukan bisa diketahui sejak awal. Jika telur berwarna kuning kehijauan, kemungkinan besar bisa menetas. Sebaliknya, jika telur berwarna putih, kemungkinan besar tidak dapat menetas atau tidak ada isinya.
Dari awal pembelian benih hingga tiba masa panen dibutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan. Namun, tidak semua benih ikan lele bisa dipanen keseluruhannya, “Pembenihan awal sampai masa panen nggak mungkin 100% berhasil. Paling ya sekitar 70-80% yang berhasil dipanen. Misal e perkiraan sebar benih 4000 ekor, dipanen 3200 ekor itu sudah bagus sekali,” tambah dia.
Dalam sekali panen bisa menghasilkan kurang lebih 3,5 kuintal dengan harga Rp 17 ribu perkilogram. Namun, harga itu juga tidak tetap; bisa naik, bisa turun menyesuaikan harga pasar.
“Penadah berasal dari Sidoarjo dan Gresik. Biasanya datang ke sini langsung. Bahkan stok yang diminta sering kurang. Jadi, saya di sini terus melakukan perputaran. Misal hari ini ada satu atau dua kolam yang siap dipanen, di kolam lainnya juga ada yang mendekati masa panen,” pungkas dia. mg2