GRESIK – Beritautama.co – Kegiatan reses masa sidang I tahun 2022 yang dilaksanakan Anggota DPRD Gresik M. Syahrul Munir cukup menantang untuk diperjuangkan aspirasi konstituennya. Karena, Politikus PKB tersebut diberi pekerjaan rumah (PR) oleh konstituennya persoalan akses jalan poros desa (JPD) yang belum terpecahkan sejak tahun 1986 hingga sekarang di wilayah Kecamatan Manyar barat.
Terdapat 3 desa yang dihubungkan oleh JPD tersebut. Yakni Desa Ngampel, Pejangganan, dan Morobakung yang semuanya masuk Kecamatan Manyar.
“Ada tiga skema penyelesaian permasalahan jalan ini. Sehingga tidak berlarut-larut seperti saat ini,” ujar dia setelah melakukan reses, Senin (21/03/2022).
Penyebab pertama, sambung dia, status jalan yang menghubungkan tiga desa ini merupakan JPD. “Sebagaimana pengalaman, pola penganggaran yang sudah berlaku, maka perhatian dan konsentrasi alokasi anggaran jalan poros desa cenderung lebih minimalis dibandingkan dengan jalan kabupaten,” tandas dia.
Solusinya dan skemanya, status dan kelas jalan harus diubah dan dinaikkan statusnya menjadi kelas jalan kabupaten eks JPD, dan kebijakan tersebut disiapkan alas hukumnya.
Jalan yang sempit dan akses yang sulit. Jika masyarakat ingin masuk ke salah satu desa tersebut, lanjut Syahrul, maka harus melalui jalan lingkungan Desa Sembayat, Kecamatan Manyar. Biasanya warga melewati jalan raya depan Pasar Desa Sembayat dengan kemacetannya.
“Maka akan sulit bagi kendaraan roda empat atau lebih untuk mengakses masuk ke tiga desa tersebut. Keterbatasan akses ini menjadi hambatan perkembangan ekonomi di Manyar barat khususnya di ketiga desa ini,” ulasnya.
Beberapa alternatif, kata Syahrul, sudah direncanakan dalam pola ruang penataan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Gresik 2021-2041. Yakni melalui Desa Sumberejo-Gumeno-Pejangganan-Morobakung yang semuanya di Kecamatan Manyar. Juga direncanakan melalui Sembayat-Gumeno-Ngampel.
“Ada juga usulan untuk solusinya dari warga yakni membebaskan lahan yang sudah berdiri bangunan rumah sepanjang kurang lebih 100 meter yang selama ini dinilai menghambat akses masuk ketiga desa tersebut,” paparnya.
Syahrul Munir mengakui usulan solusi ini dinilai lebih hemat dibandingkan dengan biaya membuat jalan alternatif baru karena beban pembiayaan pembuatan jalan baru pasti sangat besar.
“Mulai dari pembebasan lahan hingga konstruksinya,” cetus dia.
Jika konsep solusi membebaskan bangunan sekitar 100 meter yang dipilih, maka akses jalan lebih efektif dan lebih hemat.
“Tentu kendala utamanya adalah pembebasan lahan hingga relokasi warga yang terdampak berikut kompensasi yang diberikan,” tandas dia.
Permasalahan akses jalan masuk 3 desa ini, lanjutnya, masih di atas meja dan belum ada perencanaan yang matang. “Kita belum sampai pada tahap penganggaran apalagi sampai eksekusi. Akses jalan ini adalah harapan warga dari dulu yang tak kunjung terealisasi hingga kini. Kita akan kawal,” janjinya.